0
Orientasi Pada Pencapaian (Profesional)
Tulisan ini sebenarnya disiapkan buat menampung keisengan teman kantor yang menunjuk saya untuk Jum'at ini memberikan sedikit ulasan tentang profesional.Lebih baik gagal dalam perjuangan meraih cita-cita daripada gagal tanpa pernah tahu rasanya berjuang.
Kunci untuk membuka potensi diri kita adalah ketekunan berusaha, bukan kekuatan atau kecerdasan.
Yah biasanya saya yang minta tolong ke teman-teman untuk kasih tips, sekarang saatnya saya sudah tiba tidak bisa minta tolong lagi..tapi ditunjuk langsung teman saya.
Sebenarnya, setiap Jum'at kami mendapat tips-tips kesehatan dari Direktur Operasi, Bpk Agus Bagyo, tapi karena beliau harus pindah tugas, akhirnya kami harus bergantian mengisi.
Nah untuk kali ini, saya mendapat ulasan tentang "profesional" salah satu core value diperusahaan saya.
Profesional sendiri diperusahaan saya diartikan sebagai orientasi pada pencapaian. Tingkatan profesional di perusahaan saya ada 5 level, level 1 adalah pencapaian standar kerja sedangkan level 5 adalah mengambil risiko entrepreneur.
Untuk pembahasan terkait "profesional", akan saya bahas tentang kesuksesan "Marry Riana" yang saat ini jadi buah bibir dimana-mana, karena usia muda dengan kekayaan yang cukup berlimpah. Dan buku best sellernya " Mimpi Sejuta Dollar"
Merry Riana mendapat pendapatan satu juta dollar nya pada usia 26 tahun (tahun 2006). Ibu dengan satu anak kelahiran Jakarta, 29 Mei 1980 ini pada bulan Juli 2006 menerbitkan buku, “A Gift from a Friend” yang diterjemahkan ke dalam 7 bahasa dan berhasil masuk ke dalam daftar ‘Best-Seller’ di toko-toko buku ternama di Singapura & Indonesia.
Merry
Riana membuktikan bahwa kerja keras, doa dan pantang menyerah akan
mewujudkan sebuah impian. Kini, dia adalah salah seorang motivator yang
laris di negara Asia, termasuk Indonesia. Perjalanannya tidak mudah
untuk mencapai titik hidupnya kini. Merry yang dalam usia 26 tahun telah meraih penghasilan 1 juta dollar Singapura (sekitar Rp 7 miliar) itu melangkah mulai dari penyebar brosur biro jodoh, florist,
sampai pelayan hotel. Semua itu dijalani dengan pantang menyerah,
termasuk bagaimana bertahan hidup hanya berbekal beberapa dollar
Singapura.
Kisah tentang Merry Riana adalah kisah tentang impian besar, tentang keteguhan hati, dan tentang doa sepanjang hari yang terus dilantunkan.
Kisahnya
berawal dari tragedi kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Karena pertimbangan
keamanan, Riana yang lulus dari SMA Santa Ursula, Jakarta diminta orang
tuanya untuk melanjutkan kuliah di Nanyang Singapore Technology. Karena
kurangnya biaya, ia terpaksa meminjam dana pendidikan dari bank di
Singapore (pinjaman ini harus dikembalikan setelah lulus, bekerja dan
memperoleh penghasilan).
Pelajaran pertama yang mungkin bisa kita petik adalah ini : Keberanian untuk memiliki BIG DREAM.
Ia melakoni kuliah di Singapore dengan biaya yang amat terbatas.
Acapkali ia hanya makan dua kali sehari (itupun hanya semangkuk mi rebus
di pagi hari dan dua lembar roti di siang hari) lantaran minimnya dana.
Ia sungguh ingin melewati masa kelam ini dengan sebuah impian besar : mencapai kebebasan finasial sebelum usia 30 tahun.
Dan dari
pengamatannya, ia tahu impiannya itu rasanya akan sulit diraih jika ia
memilih menjadi karyawan. Itulah kenapa sejak tingkat akhir, ia sudah
bertekad untuk membangun usaha sendiri.
Ia kuliah di
jurusan Teknik dan lulus dengan predikat terbaik kedua. Dengan bekal ini
ia relatif mudah melamar pekerjaan. Namun begitulah, ketika lulus dan
semua teman-temannya sibuk membincangkan akan melamar ke perusahaan apa,
ia malah berpikir keras untuk segera memulai usaha sendiri.
Lantaran
kurangnya modal, ia akhirnya merintis usaha di bidang penjualan
produk-produk keuangan (berjualan produk asuransi, deposito, reksadana,
dll). Mayoritas teman-teman kuliahnya heran dengan pilihan yang aneh
ini. But the show must go on.

Agar mampu menjual produk keuangan yang ia pasarkan, ia bekerja 14 jam sehari, 7 hari seminggu, terus bergerak menelusuri setiap sudut kota Singapore. Ribuan kali ditolak, ribuan kali bangkit. Ratusan kali gagal, lalu terus mencari strategi baru yang lebih smart agar berhasil.
Dan perjuangan
itu kadang begitu getir. Di sebuah dinihari yang senyap, ia tergolek tak
berdaya di salah satu sudut peron stasiun KA. Letih, dan keputus-asaan
membayangi wajahnya. Ia hanya bisa menangis lirih. Toh esok lusa, ia
segera bergegas lagi. Terus bergerak lagi. Terus berjuang lagi.
Kesulitan, ia bilang, akan terasa mudah jika kita terus tegar
menghadapinya hingga tuntas.

Dalam setiap
lekuk kesulitan yang acap ia temui, ia selalu ingat dengan catatan kecil
yang diberikan sang bunda saat melepas kepergiannya ke Singapore :
raihlah tujuanmu selangkah demi selangkah. Dan libatkan selalu Yang Maha
Kuasa dalam setiap jejak hidupmu.
Disadur dari http://rennipardosi.blogspot.com